Empati, Tak Ada Mata Pelajarannya



Empati, Tak Ada Mata Pelajarannya 
Oleh Umi Widya

Tersenyumlah, karena senyum itu sedekah.

 Tersenyum adalah salah satu tonggak perkembangan manusia paling awal, selain menangis. Bayi bisa tersenyum sekitar usia empat sampai enam minggu. 

Ketika pertama kali lahir kedunia, bayi manusia baru bisa menangis. Coba perhatikan, cara bayi menangis pun menular loh. Jika satu bayi menangis, bayi lain yang ada di dekatnya ikut menangis dan tangisan mereka semakin keras, bergema, memperkuat tangisan satu sama lain.

Beberapa saat setelah lahir, bayi dapat menyalin ekspresi wajah. Coba saja kita julurkan lidah, bayi akan mengikuti. Kita tersenyum, dia ikuti. Kita pura-pura nangis dia pun ikut menangis. Kita sebut itu meniru.

Kapasitas untuk memantulkan kembali ekspresi oranglain adalah kemampuan otak kita yang amat canggih. Disini lah terletak nya kemampuan empati. Kemampuan ini hanya dimiliki manusia. Meskipun beberapa hewan bisa meniru, namun tak bisa meniru tindakan dengan presisi dan fleksibilitas kemampuan meniru manusia.

Kemampuan empati ini adalah anugerah yang Alloh berikan. Sayangnya, anugerah ini sering diabaikan. 

"Berapa nilai kamu hari ini", pertanyaan seorang Ayah pada anaknya sepulang sekolah. 

"Kok kamu nggak ngerti pertanyaan seperti ini", celoteh Ibu saat memeriksa PR anaknya.

"Kamu, selesaikan tiga lembar LKS di rumah ya, kamu ketinggalan materi pelajaran karena kamu bikin ulah", ujar Guru di sekolah saat muridnya berbuat sesuatu diluar perintahnya.

Semua orang dewasa fokus urus nilai-nilai angka seiring anaknya tumbuh bertambah usia. Empati memang tak ada mata pelajarannya di sekolah. Sehingga semua orang abai akan hal ini.

Secara genetik manusia sudah dianugerahkan  benih empati. Namun, benih empati ini tak bisa tumbuh di lahan tandus. Empati harus ditumbuhkan, dirawat, dipupuk, diperhatikan karena empati membutuhkan pengalaman. 

Meskipun secara genetik kita (manusia) cenderung merawat orang lain, namun pengembangan empati membutuhkan proses relasional seumur hidup. Butuh cinta dan kasih sayang untuk terus memupuknya supaya tumbuh subur dalam diri kita.

 Alhamdulillah di sekolah kami, empati dibangun, dididikan dan ditumbuhkan. Meskipun empati tak ada mata pelajarannya, para guru melaporkan ini kepada orangtua didalam buku laporan perkembangan anaknya.

#IntegrativeEduCenter

Bayi-bayi ini, guru kami. Lucu dan menggemaskan. Tangisannya, senyumannya, gerakannya membantu kami belajar dan tumbuh menjadi manusia yang penuh cinta.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Empati, Tak Ada Mata Pelajarannya"

Post a Comment